Sama halnya dengan kontes kecantikan di negara-negara luar terutama amerika yang notabene dijadikan patokan,kontes serupa tapi tak sama di kota-kota di Indonesia pun sudah berlangsung sekian puluhan tahun.
Dari wikipedia yang allahualam “realiable” keabsahannya, ada nama yang berbeda sesuai bahasa daerah masing-masing, Muli Mekhanai dari Lampung , Bujang Gadis : Jambi, Abang None : Jakarta (malah lupa ini ada haha) , Mojang dan Jajaka : Bandung, Mas dan Mbak untuk daerah Jawa , dan lain lain. Yang intinya, setiap daerah ada helat serupa tiap tahun, di bawah naungan anggaran daerah masing-masing.
Pertinyiinyi, Penting dan Berguna kah?
Pertinyiin ke dua, penting dan berguna untuk siapa?
Menghindari cap “dasar nyinyir lo” yang biasa dilemparkan oleh mereka yang kebiasaan merespon tanpa mikir, saya coba bahas beberapa hal dari sudut pandang saya sebagai butiran debu di tengah lautan gula madu.
Apa Tujuan pemilihan seperti ini?
Sebagai contoh, tujuan dari pelaksanaan kegiatan Pemilihan Duta Wisata Uda & Uni Kabupaten Tanah Datar antara lain :
1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya semangat memelihara dan melestarikan adat dan budaya Minangkabau, khususnya generasi muda.
2. Mempersiapkan putra – putri terbaik yang berprestasi yang mampu menjadi duta wisata Kabupaten Tanah Datar.
3. Mempersiapkan putra – putri uda & uni duta wisata Tanah Datar sebagai utusan daerah kita pada pemilihan duta wisata uda & uni tingkat Propinsi Sumatera Barat.
4. Sebagai usaha peningkatan kemampuan personil pelayanan informasi dan promosi wisata daerah (sumber)
Tujuan dari daerah lain pun menurut saya 11-12 dengan yang di atas, yaitu memajukan wisata daerah , para finalis dan pemenang diharapkan dapat mempromosikan wisata daerah dan menjadi salah satu “peluncur” dalam percaturan wisata daerah.
Tercapaikah?
Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan suatu program , tidak bisa dilihat dari kasat mata saja. Diperlukan data tiap tahun mengenai kunjungan wisata daerah, seberapa populernya wisata daerah di mata warga daerah tersebut dan luar daerah dan data penunjang lain.Kalau memang meningkat, maka berhasil. Meningkat apanya dulu tapi, meningkat pendapatan , atau meningkatnya jumlah tempat wisata saja tanpa ada kenaikan wisatawan?
Yang selama ini menjadi “momok” fikiran saya, apa yang dilakukan para finalis dan pemenang ini? hal ini akan terlalu panjang untuk saya tulis, secara garis besar menurut saya program yang mereka lakukan belum maksimal. Lebih cenderung untuk ajang “ini gue tampil” , walau jaman sekarang sekedar tampil ga cukup untuk membuat orang berdecak kagum.
Jangan pula dipakai kalimat “setidaknya mereka sudah berbuat walau sedikit untuk daerah, lah elo berbuat apa?“. itu kalimat yang hanya dipakai alay alay soda gembira untuk mempertahankan diri,yang terus terang saya tidak akan temukan jawaban yang sepadan selain bodo amatan. Lagipula saya tidak mau bicara terlalu dalam soal program ini, karena saya hanya lihat sekilas apa yang dilakukan para peserta dan pemenang walau sekian tahun sepertinya begitu-begitu saja. Hehe..
Satu hal yang saya tahu, pemerintah daerah dalam mengirim perwakilan, terkadang tidak memakai putra putri daerah yang memang berasal dan tinggal didaerah tersebut , yang memang mengerti luar dalam budayanya pula. Maaf dikata, kebanyakan disewa oleh pemerintah , asal memiliki fisik bagus sudah jadi modal utama. Ironi, memang. Mau dibantah? tidak bisa, ini kenyataan.
Di pemilihan kaliber nasional bahkan hal yang sama kerap terjadi, bermodal KTP kelahiran daerah tersebut walau dia sudah lama tidak menetap dan pengetahuan budaya nya cetek, tak masyalah. tampil dan bangga, walau entah membanggakan mayoritas warga daerah yang dia presentasikan atau tidak. Coba tanya seorang peserta dengan menggunakan bahasa daerah, 60% mungkin a i u e o diikuti cengar cengir malu gak malu. Coba deh..
Mengutip pendapat R.Teguh Setiawan seorang pakar dan konsultan pariwisata di kota Malang, Jawa Timur :
Sesungguhnya, tujuan pemilihan duta wisata sendiri sudah menyimpang dari tujuan awalnya, yang memilih duta untuk mewakili kebudayaan daerahnya sendiri. Kebanyakan peserta menjadikan ajang ini sebagai pencarian popularitas dan tampil belaka. Beberapa pengetahuan yang mereka miliki tentang kebudayaan daerah hanyalah informasi seadanya dari bacaan-bacaan yang mereka hafalkan selama proses pemilihan. Walaupun tidak sedikit yang mengakui potensi individual dan karakteristik dari pemenang duta wisata tersebut. Namun, peranan dan kontribusi mereka sebagai duta wisata yang notabene “ikon”-nya daerah setempat, masih jarang kita dengar. Sementara ini, tugas duta wisata masih samar-samar, seharusnya dilakukan perubahan terhadap kriteria dan outcome-nya supaya duta wisata dapat menjadi sebuah ajang yang benar-benar berguna. Terlebih pada kenyataannya, pemenangnya belum mampu membuktikan kalau mereka bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka dapatkan. (sumber)
Tapi jangan salah, banyak juga peserta atau finalis yang memang “faham” akan tugasnya, dan memiliki bekal yang berkualitas dalam kompetisi ini. Pandai membawakan tari daerah yang terus terang tidak gampang, berbicara didepan orang banyakpun butuh energi dan keberanian, untuk itu saya salut dan apresiasi , dalam arti kata lain ‘ngiri’. hahaha..
kalau sudah begini, dilihat dari progres yang dihasilkan dan peserta yang mengikuti. Pentingkah Pemilihan putra dan putri jika terus seperti ini ? Karena memajukan daerah memerlukan lebih dari sekedar trophy dan kain selempang.
NB : Sekian lama vakum menulis bikin otak saya blank,haha banyak hal yang ingin diutarakan tapi entah kemana ngalirnya . hiks..